BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan tentang kasus
kekerasan. Anak kini sering kali menjadi korban kekerasan, karena anak kecil
masih lemah sehingga belum mampu mengelak apabila terjadi tindak kekerasan.
Kekerasan baik di dalam keluarganya sendiri, di tempat mereka bermain dan di lingkungan
sekolah.
Kekerasan yang terjadi pada anak kini beragam. Seperti kekerasan psikis
bahkan kekerasan fisik, kekerasan tersebut tentunya mempunyai dampak yang buruk
bagi perkembangan anak dan tentunya ada efek jangka panjang.
Pada usia kanak-kanak memang anak sering bertindak yang tidak
disukai orang tua, namun tindakan anak hanyalah bermain-main saja yang mungkin
membuat jengkel orang tua. Karena orang tua tidak mampu menahan dan mengontrol
emosi, sehingga tindak kekerasan ini pun dapat terjadi.
Kekerasan merupakan pelanggaran yang menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain. Sehingga kekerasan merupakan pelanggaran Pancasila.
Pancasila ialah pandangan hidup, jiwa dan kepribadian serta tujuan hidup bangsa
Indonesia, sebagai pandangan hidup, Pancasila mempunyai nilai-nilai yang
dijadikan dasar kehidupan.
B.
Tujuan Penulisan
·
Untuk
memenuhi tugas Pancasila
·
Untuk
mengetahui permasalahan yang terjadi di masyarakat
·
Untuk
pembelajaran dalam kehidupan
·
Untuk
mengetahui akibat yang timbul dalam permasalahan yang terjadi
C.
Manfaat Penulisan
Mampu mengetahui permasalahan yang timbul di lingkungan masyarakat,
sehingga dapat menarik hal positif dan hal negatif dari permasalahan ini,
sehingga mampu menjadi bahan pembelajaran dalam kehidupan.
D.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
Kronologi Kasus tersebut?
b.
Apa yang
di maksud dengan kekerasan?
c.
Masuk
kedalam sila keberapa tindak kekerasan?
d.
Apa
pandangan masyarakat terhadap pendidik yang melakukan kekerasan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kronologi Kasus
Dalam pengamatan
yang berkaitan dengan tindak kekerasan guru agama terhadap anak SD. Kasus ini
menimpa anak SD, sebut saja Beni (nama telah disamarkan) ia adalah anak yatim.
Ia berusia 10 tahun, ia siswa kelas 4 SD, ia bersekolah di salah satu sekolah
di Baturetno. Ia mengalami kekerasan dari seorang guru agama sebut saja dengan
Yaya (nama telah disamarkan), ia merupakan guru di salah satu sekolah menengah
atas di Baturetno.
Kasus ini
terjadi bermula dari anak Yaya yang bernama Puji (nama telah disamarkan), Puji teman
sekelas Beni. Ketika di sekolahan tidak sengaja Beni membuat Puji menangis, karena jarak rumah
Puji dengan sekolahan tidak jauh, Puji pulang dan mengadu kepada orang tuanya.
Karena ayahnya sedang ada dirumah, dalam waktu yang tidak lama, ayah Puji yang
bernama Yaya (nama disamarkan) mendatangi Beni di kelasnya tanpa sepengetahuan
guru di sekolah tersebut, kejadian ini terjadi pada jam istirahat pada tanggal
30 maret 2013. Saat Yaya menghampiri Beni tiba-tiba ia memukul Beni hingga
kepala Beni terbentur dengan meja. Setelah Yaya puas memukuli Beni, ia kemudian
meninggalkan kelas tersebut. Beni pun mengalami luka lebam dan bengkak dibagian
alis. Setelah para guru mengetahui Beni dalam keadaan lemas, luka dan
ketakutan, kemudian Beni diobati lukanya, dan kemudian diantarkan pulang
kerumahnya.
Karena jarak
rumah pelaku dengan rumah Beni tidak begitu jauh, dan setiap berangkat dan
pulang sekolah Beni selalu melewati rumah pelaku kekerasan yang menimpa dirinya
sehingga Beni masih merasakan ketakukan, maka Beni untuk sementara waktu tinggal bersama
saudaranya yang rumahnya jauh dari rumah pelaku. Karena Beni masih trauma, ia
harus sekolah di daerah tempat tinggal saudaranya tersebut.
Orang tua Beni
yang bernama Iyem (nama telah disamarkan)
menanti itikad baik dari Yaya. Namun, ditunggu sampai hari senin tanggal
1 april 2013 tidak juga ada permintaan maaf dari Yaya. Hal ini yang membuat
Iyem melaporkannya kepada pihak kepolisian. Dengan cepat kasus ini di proses,
maka Yaya kini ditahan karena tindakan kekerasannya terhadap Beni dan kini ia
dicopot sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Dengan kejadian
seperti ini. Maka pelaku harus dicopot sebagai guru dan mendapat gunjingan dari
masyarakat. Lebih parahnya lagi Beni yang menjadi korban kekerasan Yaya, kini
Beni tidak berani apabila bertemu dengan Yaya karena ia masih merasakan
ketakutan dan trauma dengan kejadian yang ia alami. Dengan kejadian seperti ini
yang terjadi pada anak-anak maka dapat mengganggu pertumbuhannya dan mengganggu
psikologi Beni yang menjadi korban. Penyembuhannyapun sulit dan akan
berlangsung cukup lama, karena kekerasan yang ia timpa hingga ia selalu
merasakan kegelisahan ketika ia mengingat kejadian yang pernah ia alami, maka
efek ketakutannya masih terasa dan penyembuhannya juga akan berlangsung cukup
lama.
Dari pihak
korban kini sedikit bernafas lega, walaupun duka masih terasa karena Beni
mengalami ketakutan yang mendalam tapi kini Yaya sudah diproses secara hukum. Kini keluarga korban mulai memulihkan Beni
supaya tidak lagi takut. Semenjak kejadian ini, Beni tidak pernah berani lewat
di depan rumah Yaya. Bahkan bertemu, ia pun sangat ketakutan. Tentu saja hal
ini sangat mengganggu psikologis Beni.
B.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan ialah
suatu tindakan yang dilakukan seseorang dan dapat melukai orang lain. Kekerasan
dapat terjadi karena timbulnya emosi seseorang, sehingga ia kehilangan kendali
untuk mengotrol diri. Sehingga ia dapat melakukan hal-hal yang tanpa ia sadari
bahkan melukai seseorang. Tentu saja kekerasan akan merugikan diri sendiri dan
orang lain.
C.
Kekerasan dalam Sila Pancasila
Kasus ini
merupakan pelanggaran pancasila. Yaitu sila ke 2, yang berbunyi “kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Sila ke 2 mengandung makna warga Negara Indonesia
mengakui adanya manusia yang bermartabat yang memiliki kedudukan dan derajat
yang lebih tinggi dan harus memperlakukan manusia secara adil dan beradab
karena manusia memiliki cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan.
Pada sila ke 2
ini kedudukan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap
manusia berhak mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta
menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butiran pada
sila ke 2 ialah mengakui persamaan derajat, saling mencintai, tidak bersikap
semena-mena, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan tentunya berani membela
kebenaran dan keadilan.
Dalam kasus
kekerasan terhadap anak ini masuk dalam sila ke 2 tentunya karena masuk
pelanggaran Pancasila. Tidak adanya kontrol emosi sehingga tidak mampu
memikirkan keadilan dan membesarkan suatu permasalahan kecil. Adanya kasus
tersebut menunjukkan sikap yang tidak beradab. Dengan langkah yang dilakukan
ibu korban tersebut merupakan langkah yang tepat, karena ia meminta keadilan
kepada pihak yang berwajib. Dan pelaku harus menerima balasan ini karena
perbuatannya.
Dengan
terjadinya kekerasan terhadap anak, maka dapat dikatakan sikap adil dari pelaku
tidak ada. Seharusnya seorang yang dewasa dapat menempatkan dirinya untuk dapat
berbuat adil dengan sesama, apalagi terhadap anak kecil. Apakah pantas dengan
hal kecil tersebut pelaku hingga tega malakukan kekerasan ini, apalagi yang
bersangkutan seoarang anak kecil yang baru duduk di Sekolah Dasar.
Kekerasan
terhadap anak kecil dapat terjadi karena anak masih polos dan belum mampu
melawan tindak kekerasan yang dilakukan orang dewasa. Sehingga anak hanya bisa
terdiam dan hanya menerima tindak kekerasan. Dengan tragedi ini, anak akan
merasa ketakutan dan tentu mengganggu psikologis anak. Dampak ini bukan
main-main, karena dampak ini memerlukan waktu lama untuk memulihkan kondisi
anak yang menjadi korban kekerasan.
Kekerasan juga
masuk dalam sila ke 5 yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Setiap manusia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam berbangsa dan bermasyarakat. Terjadi
pelanggaran pada sila ke 5 ini, menunjukkan lunturnya keadilan sosial bagi
sesamanya. Sehingga dengan mudahnya tindak kekerasan kini menjadi kebiasaan
seseorang jika tersulut emosi.
Dengan adanya
kasus ini, maka pemerintah setempat menerapkan sikap keadilannya dengan
memberikan hukuman setimpal bagi pelaku kekerasan tanpa memandang statusnya.
D.
Pandangan Masyarakat terhadap Pendidik yang Melakukan tindak
Kekerasan
Seorang
pendidik melakukan kekerasan pada anak-anak sangat tidak pantas. Karena
pendidik seharusnya lebih bijak dalam bertindak dan menjadi pantutan bagi
masyarakat. Karena pendidik dipandang orang yang terhormat didalam masyarakat,
dengan kejadian ini maka kepercayaan masyarakat menjadi memudar terhadap sosok
pendidik yang melakukan kekerasan ini.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tindak kekerasan yang kini terjadi karena berbagai masalah dan
bahkan hanya masalah yang sangat kecil dan menimbulkan emosi dan berakhir
dengan kekerasan yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Hal ini sangat
tidak terpuji, apalagi pelaku tindak kekerasan ialah pendidik. Pendidik yang
seharusnya mengajari atau menjadi panutan masyarakat dan anak didiknya kini
malah melanggar norma dan agama. Sehingga mencemarkan citra buruk pendidik.
Dengan adanya kejadian-kejadian yang menyimpang dengan pancasila,
maka membuktikan seseorang belum mampu memahami dan mencermati tiap butir dari
Pancasila. Tindak kekerasan masuk dalam pelanggaran pancasila, karena tindakan
yang menyimpang dan tentunya kekerasan dapat melukai dan merugikan orang lain
dan diri sendiri.
Kekersan masuk pelanggaran Pancasila, yaitu sila ke 2 yang berbunyi
“kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila ke 5 yang berbunyi “keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
B.
Saran
Lebih
menekankan pembelajaran Pancasila dan agama sejak dini supaya dewasa nanti
tidak melakukan tindakakan-tindakan yang keluar dari Pancasila. Pembelajaran
Pancasila juga diperluas yaitu untuk pelajar, mahasiswa, masyarakat dan para
pejabat dan pendidik. Sehingga dari orang awam hingga orang terpandang dapat
mengetahui Pancasila secara mendalam dan menerapkan kebaikkan dari Pancasila
dan tentunya memahami Pancasila secara keseluruhan.
0 komentar:
Posting Komentar