Jumat, 21 November 2014

FILSAFAT ALAM SEBAGAI SIKAP DEMITOLOGI DAN EDIALISME PLATO



BAB I
PENDAHULUAN 
Setelah abad ke-6 sm, muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan pertanyaan tetntang alam semesta ini yang jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan kemudian banyak orang yang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni. Maka timbullah peristiwa ajaib, yang nantinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia. Dengan munculnya ahli pikir inilah maka kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Pemikiran-pemikiran para filsuf yunani periode awal sering kali disebut sebagai filsafat alam. Penyebutan tersebut berdasarkan pada para ahli pikir yang memfokuskan pemikirannya pada apa yang ada disekitarnya, yakni alam semesta beserta isinya. Sehingga para pemikir-pemikir pada masa itu disebut dengan filsuf alam. Adapun tokoh-tokoh filsuf alam diantaranya Thales, Anaximandros, Amaximenes, dan lain-lain.
Plato merupakan seorang ahli filsafat yang cukup terkenal di kalangan para filsuf mendasarkan pada keyakinan metafisik bahwa ada eksistensi dari “yang ada” (idea)  yang tidak berubah, tetap, dan bersifat umum-universal.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang “ Filsafat Alam sebagai Sikap Demitologi dan Idealisme Plato” yang akan kami jelas pada bab selanjutnya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Filsafat alam sebagai sikap demitologi
1.      Filsafat alam
Pemikiraan filsafat yunani periode awal sering kali disebut sebagai filsafat alam. Penyebutan tersebut didasarkan pada munculnya banyak ahli pikir alam yang memfoskukan pemikirnnya pada apa yang diamati disekitarnya, yakni alam semesta.  
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui poemikirannya. Mereka menanyakan dan mencari jawaban: apakah sebetulnya alam ini. Apakah inti sarinya? Mungkin yang beraneka warna dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu atau yang tidak banyak itu.[1]
2.      Tokoh-tokoh Filsafat Alam
Berikut ini akan dijelaskan beberapa filsuf alam dan bergai pemikiranya mengenai alam semesta:
a.      Thales ( 625-545 SM )
Thales lahir di Miletus, Yunani. Ia bisa dikatakan sebagai filsuf alam. Pemikirannya yang sangat terkenal adalah zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan yaitu air. Menurut Thales, air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar dari segala-galanya. Segala sesuatu berasal dari air dan kembali menjadi air.[2]
Sebagai dasar pemikirannya, Thales memberikan argument yang rasional, bahwa tumbuh-tumbuhan, binatang, lahir ditempat yang lembab, bakteri-bakteri hidup dan berkembang di tempat yang lembab, bakteri makan sesuatu yang lembab dan kelembaban bersumber dari air. Dari air itu terjadilah tumbuh-tumbuhan dan binatang, bahkan tanahpun mengandung air.[3]
b.     Anaximandros ( 610 – 547 SM )
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Ia mempunyai prinsip dasar alam memang tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagaimana yang di katakan gurunya. Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut apeiron.
Apeiron adalah zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya dengan apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya dengan panca indera kita. Adalah barang yang mempunyai akhir, yang berhingga. Oleh karena itu barang asal, yang tidak berhingga, dan tiada berkeputusan, mustahil salah satu dari barang yang berakhir itu.
Segala yang tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang dingin. Dimana bermula yang dingin, disana bermula yang panas. Yang cair dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang terbatas itu akan dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan.
Segala yang tampak dan terasa, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan panca indera kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul (jadi), hidup, mati, dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa, yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain.  Yang cair menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari ada Apeiron dan kembali pula kepada Apeiron.
Jika kita melihat sifat–sifat yang di berikan oleh Anaximandros tentang Apeiron yaitu sebagai zat / sesuatu yang tak terhingga, tak terbatas, tak dapat di serupakan dengan alam, maka barang kali yang di maksud dengan Apeiron adalah Tuhan.[4]

c.      Anaximenes ( 590 – 548 SM )
Anaximenes  mengatakan, bahwa intisari alam atau dasarnya pertama ialah udara, karena udaralah yang meliputi seluruh alam serta udara pulalah yang menjadi dasar hidup bagi manusia yang amat di perlukan oleh nafasnya.
Aniximenes yang mencari asal alam, belum memperhatikan benar soal jiwa dalam penghidupan masyarakat. Kepentingan jiwa itu tampak olehnya dalam perhubungan alam besar saja. Jiwa itu menyusun tubuh manusia jadi satu dan menjaga supaya tubuh itu jangan gugur dan bercerai–berai. Juga alam besar itu ada karena udara. Udaralah yang jadi dasar hidupnya. Kalau tak ada udara, gugurlah semuanya itu. Makro kosmos (alam) dan Mikro kosmos (manusia) pada dasarnya satu rupa.
Menurut pendapat Anaximenes udara itu benda, materi. Tetapi walaupun dasar hidup dipandangnya sebagai benda, ia membedakan juga yang hidup dengan yang mati. Badan mati, karena menghembuskan jiwa itu keluar. Yang mati tidak berjiwa.
B.     Idealisme Plato
Plato lahir di Athena tahun 427 SM. Ia adalah murid sekaligus sahabat diskusi Socrates dan gurunya Aristoteles, Plato dikenal sebagai salah seorang filsuf Yunani yang sangat berpengaruh.






BAB III
PENUTUP
1.                  Kesimpulan
Filsafat alam merupakan buah pikir para filsuf yang arah dan pemikirannya kepada apa yang diamati disekitarnya yakni alam semesta beserta isinya.
Filsafat alam sebagai sikap demitologi memiliki pengertian bahwa penggunaan akal pikir yang memunculkan berbagai pemikiran untuk mengetahui intisari alam guna menghilangkan kepercayaan akan hal-hal yang bersifat mitologi.

















DAFTAR PUSTAKA

Sugiharto, I. Bambang, 1996, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
Awuy, Tommy F., 1993, Problem Filsafat Modern dan Dekonstruksi, Jakarta: Lembaga Studi Filsafat 1993.
Magnis-Suseno, Franz, 1984, Etika Jawa: Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Jakarta: Gramedia.
-------, 1992, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius.
Noerhadi, Toeti Heraty, 1979, Aku dalam Budaya, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.


[1] Poedjawajatna. 1990, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta
[2] Maksum, Ali. 2008. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media. Hal. 44
[3]  Praja Juhaya S. 2008. Aliran-Aliran Filsafat & Etika. Jakarta:Kencana. Hal 74

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar