Jumat, 21 November 2014

ulumul hadits



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu yang selalu menjaga Alquran dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya yaitu para mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis.
Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul Hadis (Ilmu Hadis) yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di dalam Islam, terutama dalam mengenal dan memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena hadis merupakan sumber ajaran dan hukum Islam kedua setelah dan berdampingan dengan Alquran. Namun begitu perlu disadari bahwa hadis-hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan ibadah serta sebagai sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis yang Maqbul (yang diterima), yaitu hadis sahih dan hadis hasan. Selain hadis maqbul, terdapat pula hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak serta tidak sah penggunaannya sebagai dalil hukum atau sumber ajaran Islam. Bahkan bukan tak mungkin jumlah hadis mardud jauh lebih banyak jumlahnya daripada hadis yang maqbul.
Untuk itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan mengamalkan ajaran yang bersumber dari sebuah hadis. Artinya, sebelum meyakini kebenaran sebuah hadis, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan. Adapun salah satu cara untuk membedakan antara hadis yang diterima dengan yang ditolak adalah dengan mempelajari dan memahami Ulumul Hadis yang memuat segala permasalahan yang berkaitan dengan hadis.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Ulumul Hadits?
2.    Bagaimana sejarah perkembangan Ilmu Hadits?
3.    Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadits?

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian ulumul hadist.
2.    Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu hadist.
3.    Untuk mengetahui cabang-cabang ilmu hadist.






















PEMBAHASAN

A.      Pengertian Ulumul Hadist
Ilmu Hadist (‘ulum Al-hadist) secara kebahasaan berarti ilmu-ilmu tentang hadist. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm atau ilmu. Secara etimologis, seperti yang diungkapkan oleh As-Syuyuthi, dalam bukunya M.Sholahuddin ilmu hadist adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadist sampai kepada rasalullah. Dari segi hal ihwal para rawinya, yang menyangkut ke-dhabitan dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.[1]
Berkenaan dengan definisi ini pada perkembangan selanjutnya ilmu hadits di bagi menjadi dua, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1.    Hadits riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadits riwayah, secara bahasa berarti ilmu hadits yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendifinisikan ilmu hadist riwayah, namun yang paling terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah Ibnu Al-Akhfani, yaitu, Ilmu hadist riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW., periwayatannya, pencatatannya, penelitian lafadz-lafadznya.[2]
Namun, menurut ‘Itr, definisi ini mendapat sanggahan dari beberapa ulama hadist lainnya karena definisi ini tidak komprehensif, tidak menyebutkan ketetapan dan sifat-sifat nabi SAW. Definisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa hadist itu mencakup segala apa yang dinisbatkan kepada sahabat atau tabi’in sehingga pengertian hadist yang lebih tepat menurut ‘itr, adalah, ilmu yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat Nabi SAW, periwayatannya, dan penelitian lafadzh-lafadzhnya.
          Objek kajian ilmu hadist riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in, yang meliputi:
a.    Cara periwayatannya, yakni cara penerima’an dan penyampaian hadist dari seorang periwayat kepada periwayat lain.
b.    Cara pemeliharaan, yakni penghapalan, penulisan, dan pembukuan hadist.
Ilmu hadist riwayah bertujuan memelihara hadist Nabi SAW dari kesalahan dalam proses periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya. Lebih lanjut, ilmu ini juga bertujuan agar umat islam menjadikan nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya. Sesuai dengan firman Allah., AL_AHZAB :21
Ilmu hadist riwayah ini sudah ada sejak periode Rasulullah SAW., bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadist itu sendiri. Sebagaimana diketahui, para sabahat menaruh perhatian tinggi terhadap hadist Nabi Muhammad SAW. Mereka berupaya mendapatkannya dengan menghadiri majlis Rasullullah SAW dan mendengar serta menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
2.    Ilmu Hadist Dirayah
Istilah ilmu hadist dirayah, menurut As-syuyuti, dalam buku karya M. Agus Sholahuddin dikenal dengan sebutan Ilmu ushul Al-hadist, ‘ulum al-hadist, Musththallah al-hadsit, dan Qowa’id al-thahdits.[3]
Definisi yang paling baik seperti yang diungkapkan oleh ‘izzuddin bin jama’ah dalam buku karya M. Agus Sholahuddin yaitu,
Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
Dari penertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadist dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadist, sifat rawi, dan lain-lain.
Tujuan dan kaidah ilmu hadist dirayah adalah:
a.    Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadist dan ilmu hadist dari masa ke masa sejak masa Rasulullah sampai masa sekarang.
b.    Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadist.
c.    Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan ulama dalam mengklasifikasikan hadist lebih lanjut.
d.   Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadist sebgai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.[4]
Dengan mengetahui ilmu hadist dirayah, kita bisa mengetahui dan menetapkan maqbul (diterima) dan mardad (ditolak)-nya suatu hadist. Karena dalam perkembangannya, hadist nabi telah dikacaukan dengan munculnya hadist-hadist palsu yang tidak saja dilakukan oleh musuh-musuh islam, tetapi juga oleh umat islam sendiri dengan motiv kepentingan pribadi kelompok atau golongan. Oleh karena itu, ilmu hadist dirayah ini mempunyai arti penting dalam usaha pemeliharaan hadist nabi. Dengan ilmu hadsit dirayah kita dapat meneliti hadist mana yang dapat dipercaya berasal dari Rasullulah, yang shoheh, dhoif, dan maudhu’ (palsu).[5]
B.     Sejarah Perkembangan Ilmu Hadist
Dalam tataran praktiknya, ilmu hadits sudah ada sejak periode awal islam atau sejak periode Rasulullah SAW, paling tidak arti dasar-dasarnya. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadits yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Ilmu ini melahirkan berbagai cabang ilmu dengan metodologi pembahasan yang cukup rumit.[6]
Pada periode Rasulullah kritik atau penelitian terhadap suatu riwayat yang menjadi cikal bakal hadits terutama ilmu hadits dirayah dilakukan dengan cara yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAW.
Setelah Rasulullah, kondisi sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits karena konsentrasi mereka kepada al-Qur’an yang baru dikodifikasikan pada masa Abu Bakar tahap awal dan masa Usman tahap kedua yang terkenal dengan masa Taqlil ar-Riwayah (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadits kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadits yang ia riwayatkan benar-benar dari rasulullah.
Pada periode sahabat, penelitian hadits yang menyangkut sanad maupun matan hadits semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar As Shidiq misalnya tidak mau menerima suatu hadist yang disampaikan oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya. Senua yang dilakukan  bertujuan memelihara kemurnian hadist-hadist Rasulullah SAW. Diantara sahabat yang terkenal selektif dan tak segan-segan membicarakan kepribadian sahabat lain dalam kedudukannya sebagai periwayat hadits adalah Anas bun Malik, Abdullah bin Abbas, dan Ubaidah bin Ash-Tsamit.
            Perkembangan ilmu hadits semakin pesat ketika ahli hadits membicarakan tentang daya ingat pembawa dan perowi hadits kuat apa tidak, bagaimana metode penerimaan dan penyampaiannya, hadits yang kontra bersifat kompromi, kalimat hadits yang sulit dipahami, dan lain-lain. Aktivitas seperti ini dalam perkembangannya baru berjalan secara lisan dari mulut ke mulut dan tidak tertulis.
Pada pertengahan abad ke-2 hijriah samapi abad ke-3 hijriah ilmu hadits mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih campur dengan ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri secara terpisah.
Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi hadits yang disebut pada masa kejayaan hadits adalah pada abad ke-3 hijriah perkembangan penulisan ilmu hadits juga pesat, karena perkembangan keduanya secara beriringan. Namun penulisan ilmu hadits masih terpisah-pisah belum menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri yang masih dalam bentuk bab-bab saja. Mushthafa As-Shiba’i mengatakan orang yang pertama kali menulis ilmu hadits adalah Ali bin Al-Madini Syaikhnya Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi.
Perkembangan ilmu hadits mencapai puncak kematangan dan berdiri sendiri pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang berkembang pada abad-abad sebelumnya secara terpisah dan berserakan. Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi merupakan orang yang pertama kali memunculkan ilmu hadits yang paripurna dan berdiri sendiri dalam karyanya Al-Muhaddits Al-Fashil bain Ar-Rawi wa Al-Wa’i.

C.  Cabang-Cabang Ilmu Hadits
Banyak sekali jumlah cabang ilmu hadits, para ulama menghitungnya secara beragam. Ada ulama yang menghitungnya hanya 6 cabang dan ada pula yang menghitung 9 cabang. Ilmu cabang tersebut antara lain:
1.      ‘Ilmu Rijal Al-Hadits
Ilmu cabang ini dibagi menjadi dua, yaitu ilmu tawarikh ar-ruwah dan ilmu al-jarh wa al-ta’dil. Ilmu Tawarikh ar-ruwah adalah ilmu yang membahas tentang hal keadaan para perawi hadits dan biografinya. Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung (muttashil) atau tidaknya sanad tidaknya suatu hadits. Ilmu Al-Jarh wa Al-Ta’dil adalah ilmu yang menrangkan tentang cacat dan keadilan para periwayat hadits menggunakan redaksi khusus.
2.      ‘Ilmu ‘Ilal al-Hadits
Dalam bahasa bisa diartikan penyakit. Ilmu ini membahas tentang sebab-sebab yang samar yang membuat kecacatan keshahihan hadits. Tujuan mempelajari ilmu ini untuk mengetahui siapa diantara periwayat hadits yang terdapat illat dalam periwayatannya.
3.      ‘Ilmu Ghorib Al-Hadits
Adalah ilmu yang mempelajari makna matan hadits dari lafal yang sulit dan asing bagi kebanyakan manusia. Misalnya hadits tentang solat. Tujuan ilmu ini untuk mengetahui mana kata dalam hadits yang tergolong ghorib dan bagaimana metode para ‘ulama memberikan interpretasi kalimat ghorib dalam hadits tersebut. Apakah melalui perbandingan beberapa sanad dalam hadts yang sama atau melalui jalan lain.
4.      ‘Ilmu Mikhtalif Al-Hadits
Ilmu yang membahas hadits yang lahirnya terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan cara pembatasan yang mutlak, pengkhususan yang umum. Tujuan ilmu ini mengetahui hadits mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan bagaimana pemecahannya.
5.      ‘Ilmu Nasikh wa Manshukh
Ilmu yang membahas hadits yang kontradiktif yang tidak mungkin dikompromikan, salah satunya yang datangnya belakangan sebagai nasikh dan yang laendatangnya duluan sebagai mansukh. Tujuannya untuk mengetahui salah satu proses hukum yang dihasilkan dari hadits dalam bentuk nasikh manshukh dan mengapa teerjadi nasikh manshukh.
6.      ‘Ilmu Faan Al-Mubhamat
Ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan atau sanad. Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadits yang masih samar.
7.      ‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
Ilmu yang menerangkan sebab datangnya hadits dan beberapa latar belakangnya. Tujuannya mengetahui sebab dan latar belakang munculnya hadits, sehingga dapat mendukung dalam pengkajian makna hadits yang dikehendaki.
8.      ‘Ilmu Tashhif wa Tahrif
Ilmu yang membahas hadits yang diubah titiknya atau bentuknya. Tujuannya mengetahui kata atau nama yang salah dalam sanad atau matan hadits dan bagaimana yang benar sehingga tidak terjadi kesalahan.
9.      ‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits
Ilmu yang membahas tentang pengertian istilah yang digunakan ahli hadits dalam penelitian hadits dan disepakati mereka, sehingga menjadi populer bagi mereka. Tujuannya memudahkan para pengkaji dan peneliti hadits dalam mempelajari hadits.

KESIMPULAN
A.  Pengertian Ulumul Hadits
Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata ‘ilm atau ilmu. Ilmu hadits di bagi menjadi dua, yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1.      Hadits riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadits riwayah, secara bahasa berarti ilmu hadits yang berupa periwayatan.
2.       Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
B.  Sejarah Perkembangan Ilmu Hadist
Dalam tataran praktiknya, ilmu hadits sudah ada sejak periode awal islam atau sejak periode Rasulullah SAW, paling tidak arti dasar-dasarnya. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadits yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Setelah Rasulullah, kondisi sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Pada periode sahabat, penelitian hadits yang menyangkut sanad maupun matan hadits semakin menampakkan wujudnya, misalnya Abu Bakar As Shidiq.
C.  Cabang-Cabang Ilmu Hadits
1.      ‘Ilmu Rijal Al-Hadits                          6. ‘Ilmu faan Al-Mubhamat
2.      ‘Ilmu ‘Ilal al-Hadits                            7. ‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
3.      ‘Ilmu Ghorib Al-Hadits                      8. ‘Ilmu Tashhif wa Tahrif
4.      ‘Ilmu Mikhtalif Al-Hadits                  9. ‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits


DAFTAR PUSTAKA

Idris. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadist. Jakarta: Bumi Aksara.
Nuruddin. 1994. ‘Ulum Al-Hadist. Bandung: Rosda Group.
Suyadi, Agus dan M. Sholahuddin. 2009. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia.


[1] . Suyadi, Agus dan M. Sholahuddin. 2009. Ulumul Hadist. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 105.
[2] . Ibid. Hlm. 106
[3] . Ibid. Hlm. 109.
[4] . Ibid. Hlm. 110.
[5] . Ibid. Hlm. 111.
[6] . Ibid. Hlm. 123.

LAPORAN HASIL OBSERVASI PONDOK PESANTREN AL-UKHUWAH PUTRI SUKOHARJO




A.  Profil Pondok Pesantren Al-Ukhuwah Putri
Pondok pesantren Al-Ukhuwah beralamat Mranggen RT. 03/III, Kel. Joho, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, Jawa Tengah. Pondok Pesantren tersebut dibentuk dan dinaungi oleh Yayasan Islam Al Ukhuwah Sukoharjo untuk membantu perkembanngan dakwah salafiah khususnya di Kota Sukoharjo. Didirikan sebagai lembaga pendidikan dengan basis Pondok Pesantren. Berdiri sejak tahun 2002 di atas tanah wakaf dan dibangun dengan bantuan dari Idaaroh Al Masaajid wal Masyaari’il Khoiriyyah, Unaizah – Saudi Arabia. Tahap pertama terdiri atas sebuah masjid, dua lokal kantor, enam lokal kelas dan lima lokal asrama beserta sarana & prasarananya. Saat ini telah mendidik lebih dari ratusan santri, kira-kira sekitar 780 santri.
Pondok Pesantren Al Ukhuwah Sukoharjo mengawali program kegiatannya dengan menyelenggarakan program pendidikan formal yang menginduk kepada Departemen Agama RI berupa; Roudhotul Athfal (TK) dan Madrasah Salafiyah Ula (SD) pada tahun 2002 kemudian berdiri Madrasah Salafiyah Wustho (setingkat SMP). Selain itu, juga menyelenggarakan program non-formal ; I’dad Du’at (kaderisasi da’i) dan I’dad Muhafizhoh (tahfizh Al-Quran). Akan tetapi, seiring bergulirnya waktu, maka didirikanlah sekolah lanjutan setingkat Menengah Atas yaitu MA Al Ukhuwah dengan jurusan Keagamaan yang menginduk pada Departemen Agama (Kementrian Agama yang mulai dirintis pada tahun 2009, yang mana satu tahun sebelumnya tepatnya tahun 2008 telah dibuka jenjang pendidikan non formal yaitu Takhosus Bahasa Arab atau disingkat dengan istilah TBA yang merupakan cikal bakal mulai dirintisnya MA Al Ukhuwah.
TBA merupakan satu jenjang pendidikan untuk mematangkan ilmu alat yang meliputi bahasa arab baik bahasa Arab aktif maupun pasif, ilmu Nahwu-Shorof dan juga ilmu Fiqih yang ini merupakan syarat untuk masuk ke jenjang Madrasah Aliyah. Jenjang TBA ini dipersiapkan bagi calon santri yang latar belakang dari Pendidikannya dari umum, SMP atau MTs. Adapun bagi calon santri yang lulusan dari Pesantren dan bisa mengikuti pelajaran MA, maka dipersilahkan untuk langsung mengikuti jenjang Madrasah Aliyah tanpa harus mengikuti persiapan terlebih dahulu pada jenjang TBA. Pada tahun pelajaran 2009/2010 dimulailah Pendidikan MA Al Ukhuwah dengan murid dari jenjang TBA satu tahun sebelumnya.
Kurikulum di Pondok Pesantren ini yaitu 70% Mata Pelajaran umum dan 30% Mata Pelajaran Agama Islam. Ciri khas yang menonjol dari pondok ini adalah Tahfidzhul-Qur’an dan Bahasa Arab. Sedangkan extra kurikuler yang diterapkan ada 2 macam, yaitu umum dan khusus. Extra kurikuler umum yaitu Pidato, Komputer dan peternakan. Sedangkan, extra kurikuler khusus yaitu Tata Busana dan Tata Boga.
Yayasan Pendidikan Al-Ukhuwah Sukoharjo juga menyelenggarakan beberapa program kegiatan di bidang da’wah dan sosial untuk mewujudkan visi dan misi. Diantara visi dan misinya yaitu:
1.      Mendidik generasi penerus yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia dan menjunjung tinggi nilai ukhuwah islamiyah.
2.      Mendidik generasi penerus bangsa yang bermoral, cerdas, trampil dan mampu berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.      Mendidik generasi penerus yang menguasai ilmu pengetahuan, tekhnologi dan informasi serta mampu mengangkat martabat bangsa Indonesia di dunia internasional.

B.  Program Pendidikan Pondok Pesantren Al-Ukhuwah
1. Roudhotul-Athfal (RA), non asrama | program 1 tahun setara TK
Pada program ini, santri diharapkan mampu membaca al-quran dengan benar, hafal juz ‘amma, membaca dan menulis Indonesia/Arab serta berhitung sederhana.



2. Madrasah Salafiyah Ula (MSU), asrama | program 6 tahun setara SD
Pada program ini, santri diharapkan mampu menghafal Al-Quran 15 Juz dan hadits Arba’in Nawawi, mengenal dasar ilmu syar’i dan bahasa arab serta dasar-dasar pengetahuan umum.
3. Madrasah Salafiyah Wustho (MSW), asrama | program 3 tahun setara SLTP
Pada program ini, santri diharapkan mampu menambah hafalan Al-Quran 6 juz dan hadits-hadits pilihan, memahami ilmu syar’i, bahasa arab dan pengetahuan umum untuk tingkat menengah
4. Takhosus Bahasa Arab (TBA), asrama | program 1 tahun khusus bahasa arab
Program ini merupakan program khusus untuk santri yang berasal dari SLTP non-pesantren sebagai persiapan ke jenjang Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Al-Ukhuwah Sukoharjo. Pada program ini, santri diharapkan mampu menghafal Al-Quran 3 juz, memahami ilmu syar’i dan bahasa arab tingkat menengah.
5. I’dad Muhafizhoh (IM), asrama | program 3 tahun
Program ini merupakan program non formal untuk mengkader calon penghafal Al-Quran agar mampu berkhidmah untuk Pondok Pesantren Al-Ukhuwah Sukoharjo atau mengajar materi tahfizhul-quran pada lembaga pendidikan lainnya. Pada program ini, santri diharapkan mampu hafal Al-Quran 30 juz dan memahami dasar ilmu syar’i.
C.  Fasilitas di Pondok Pesantren
Fasilitas Wi FI Hot Spot di Lingkukan Mahad.
Ruang klinik.
Laboratorium Bahasa Lengkap.
Ruang ketrampilan menjahit.
Laboratorium Komputer.
Ruang perpustakaan.
Lapangan footsal.
Ruang serba guna.
Lapangan tennis meja.
Studio Radio Suara Qur’an.
Masjid.
Dll.